Kenaikan Fed Fund Rate bisa menekan pasar obligasiPT KONTAK PERKASA FUTURES BALI 13/03/2018 - Kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) hampir pasti terwujud pada pekan depan. Tekanan pada pasar obligasi dalam negeri tetap ada walaupun di saat yang sama, Bank Indonesia kembali mempertahankan BI 7 Day Repo Rate. Setidaknya, inilah yang diperkirakan oleh para analis. Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra bilang, walau The Federal Reserve mengerek suku bunga, BI tidak akan mengikutinya. Lantaran inflasi masih berada di level 3,5 plus minus 1%, sesuai target BI.
PT KONTAK PERKASA Serupa, analis Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar bilang, belum saatnya BI mengubah suku bunga acuan. Selain inflasi yang masih dalam rentang BI, nilai tukar rupiah belum menjadi sinyal bagi BI untuk menaikkan suku bunga acuan. Walau terus tertekan dan terperosok ke level Rp 13.700 per dollar AS, posisi ini wajar. Meski begitu, skenario ini belum tentu membuat pasar obligasi sepenuhnya aman. Pelaku pasar masih menanti pernyataan The Fed mengenai prospek ekonomi di Negeri Paman Sam ini. Jika The Fed memutuskan untuk lebih agresif dengan mengerek suku bunga hingga empat kali, pasar obligasi global termasuk Indonesia bisa goyah. "Karena sejak tahun lalu prediksinya Fed Fund Rate hanya naik tiga kali pada 2018," tutur Anil. Kenaikan suku bunga AS turut membuat imbal hasil US Treasury masuk dalam tren bullish. Nah, suka tidak suka imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) juga ikut naik. Hal ini untuk menjaga selisih antara imbal hasil SUN dengan US Treasury yang ujung-ujungnya mempengaruhi minat investor asing terhadap surat utang Indonesia. Anil bilang, jika selisih imbal hasil SUN lebih menarik bagi investor asing, kemungkinan pasar obligasi Indonesia kembali dilirik. Namun, jika sebaliknya, maka pasar obligasi dalam negeri berpotensi terkoreksi. Di samping itu, tekanan di pasar obligasi berlanjut karena perang dagang akibat kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump. Kebijakan tersebut dianggap merugikan bagi negara-negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia. Karena belum mengantisipasi dampak kebijakan tersebut, para pelaku pasar cenderung berhati-hati dalam berinvestasi. "Investor dilanda kekhawatiran karena portofolionya belum teruji untuk menghadapi efek perang dagang," tandas Anil. Minat investor Namun, jika BI memilih untuk mengerek suku bunga acuan pada pekan depan, maka pasar obligasi domestik justru terguncang. Soalnya, kenaikan suku bunga acuan menjadi wujud bahwa kondisi ekonomi dalam negeri sedang tidak stabil. Ini ditandai dengan meningkatnya nilai inflasi hingga melewati target yang ditentukan serta melemahnya kurs rupiah sampai di level yang tidak sesuai fundamental. "Investor asing malah menjadi ragu dengan prospek ekonomi Indonesia," tambah Made. Sementara Anil menambahkan, kenaikan BI Rate dapat membuat tren kenaikan imbal hasil SUN sulit dibendung. Di satu sisi, kenaikan imbal hasil SUN berperan penting untuk mengambil minat investor asing. Di sisi lain, kenaikan tersebut berpotensi membuat investor kesulitan meraih capital gain ketika berinvestasi obligasi pemerintah. "Indeks obligasi bisa terkoreksi kalau itu terjadi," pungkas Anil. Harga jual emas Antam turun Rp 1.000, buyback turun Rp 2.000PT KONTAK PERKASA FUTURES BALI 09/03/2018 - Harga emas batangan bersertifikat di Logam Mulia milik PT Aneka Tambang (ANTM) kembali turun pada Jumat (9/3).Mengutip situs Logam Mulia, harga pecahan satu gram emas Antam hari ini dibanderol Rp 643.000. Harga ini turun Rp 1.000 dari posisi harga pada Kamis (8/3).
PT KONTAK PERKASA Begitu pula harga pembelian kembali atau buyback emas Antam turun Rp 2.000 menjadi Rp 574.000 per gram. Berikut harga emas batangan milik Antam dalam pecahan lainnya per hari ini dan sudah termasuk pajak: 1 gram : Rp 643.000 5 gram : Rp 3.072.000 10 gram : Rp 6.094.000 25 gram : Rp 15.160.000 50 gram : Rp 30.270.000 100 gram : Rp 60.489.000 250 gram : Rp 151.097.000 500 gram : Rp 301.993.000 KONTAK PERKASA FUTURES Rupiah masih berada di atas Rp 13.700 per dollar ASPT KONTAK PERKASA FUTURES BALI 06/03/2018 - Rupiah belum mengakhiri periode pelemahan. Selasa (6/3), kurs tengah Bank Indonesia (BI) menunjukkan nilai tukar rupiah pada Rp 13.750 per dollar Amerika Seriakt (AS).Kurs rupiah di bank sentral ini melemah 0,07% jika dibandingkan dengan level kemarin pada Rp 13.740 per dollar AS. Rupiah masih bergerak di atas Rp 13.700 dalam lima hari perdagangan.
KONTAK PERKASA FUTURES Di pasar spot pada pukul 10.22 WIB, nilai tukar rupiah menguat tipis ke Rp 13.754 per dollar AS. Rupiah di pasar spot pun masih bergerak di atas Rp 13.700 per dollar AS dalam lima hari terakhir. Pada angka penutupan kemarin, rupiah mencatat titik terlemah dalam dua tahun terakhir pada Rp 13.762 per dollar AS. Sementara, dollar AS pun bergerak cenderung mendatar menghadapi mata uang utama dunia. Indeks dollar yang mencerminkan nilai tukar dollar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia, terus bergerak antara 89-90. Di Asia, dollar AS cenderung menguat Hanya yen, yuan, peso, dan dollar Hong Kong yang masih melemah terhadap dollar AS pagi ini. Ahmad Mikail, Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan, dollar Amerika Serikat kemungkinan menguat terhadap sejumlah mata uang utama dunia. Penguatan tersebut disebabkan oleh ketakutan investor terhadap program kenaikan tarif impor di AS. Menurutnya, investor khawatir apabila kenaikan tarif impor tersebut juga berlaku bagi produk-produk Uni Eropa. Kekhawatiran tersebut mendorong para investor untuk kembali memburu dollar AS. Pada perdagangan hari ini, Ahmad memprediksi rupiah akan bergerak di rentang Rp 13.720—Rp 13.760 per dollar AS. potensi masuknya investor asing ke pasar obligasi negara juga dapat menjaga stabilitas rupiah. |
Official Website
|